Ketika Gol Ditagakkan

27390922342_9852685d0e_o

Ada banyak hal yang menjadi alasan sepakbola merupakan olahraga terpopuler di dunia. Kemampuan mengolah bola yang memikat, adu strategi, paras para pemain yang ciamik, dan sebagainya. Dan di antara daftar panjang tersebut, terselip drama gol menjelang akhir pertandingan. Ya, drama. Ketika pendukung yang sekadar-ikut-terlibat-dalam-keriuhan bersiap-siap meninggalkan keramaian, ketika pendukung setia mencurahkan sepenuh harapan dengan tatapan nanar, ketika para bandar judi bersiap menghitung keuntungan (atau kebuntungan), gol yang dinanti-nanti akhirnya terjadi juga. Tak peduli kesebelasan mana yang berhasil melakukannya, atau menderitanya, yang terpenting adalah drama di akhir pertandingan. Ketika 90 menit waktu pertandingan normal telah berlalu, dan yang tersisa hanya beberapa detik waktu tambahan.

Dalam seketika, rasa bahagia meluap-luap—bersama kekecewaan yang juga tak mungkin disembunyikan dari pendukung tim lawan. Dalam bahasa Inggris, kejadian seperti ini disebut “late goal”. Sebuah gol yang boleh dibilang memancing emosi berkali lipat dibanding gol-gol yang terjadi di waktu lain sepanjang pertandingan. Gol yang istimewa, dan karenanya dibuat istilah khusus untuk menyebutnya. Bukan sekadar “goal”, tapi “late goal”.

Jika itu istilah dalam bahasa Inggris, bagaimana dengan bahasa Indonesia? Toh, sepakbola juga merupakan olahraga terpopuler di negeri ini. Membaca berita-berita olahraga di media massa nasional, para jurnalis sering mengganti istilah tersebut dengan “gol telat”. Mengenai istilah tersebut, saya sudah pernah membahasnya di sini.

Namun ternyata, akibat proses berpikir yang cukup lama, saya tersadar bahwa “late” tidak hanya digunakan dalam sepakbola. Dalam ajang balap, baik mobil maupun motor, dikenal istilah “late braking”. Seorang pembalap menunda pengereman demi membalap pesaing yang ada di depannya. Sayang, tidak seperti rekan sejawatnya, jurnalis otomotif tidak mengindonesiakan istilah tersebut.

Keduanya menggunakan “late”, tapi dengan persamaan dan perbedaan situasi. Sama-sama berkaitan dengan batas akhir, yang membedakan “late” pada sepakbola berhubungan dengan akhir pertandingan sementara “late” pada balapan berhubungan dengan akhir area pengereman. Yang satu terjadi sebelum mencapai batas akhir, yang lain terjadi justru setelah melewati batas akhir.

Mencari-cari informasi di Google, saya menemukan penjelasan tentanglake breaking”. “Teknik untuk mendahului dengan cara mengerem lebih lambat daripada pebalap yang akan didahului.” “Late” dalam kasus ini memiliki patokan yang jelas, satu pembalap melakukan pengereman lebih lambat dibanding pembalap yang lain. Pembalap yang satu “menunda” pengereman demi mendahului pembalap yang lain. Mengambil risiko demi meraih posisi yang lebih di depan. “Menunda pengereman” mungkin menjadi istilah yang sepadan untuk “late breaking”. Tapi, apakah “menunda” juga bisa digunakan untuk kasus “late goal”? Sayangnya, tidak.

Dalam balapan, terdapat area yang memang ditandai sebagai area pengereman. Di area itulah para pembalap akan melakukan pengereman, sehingga dapat meraih catatan waktu yang maksimal dengan risiko yang minimal. Area atau apapun semacam itu tidak terdapat dalam sepakbola. Memang ada area untuk menyatakan gol, ketika lebih dari separuh bola melewati garis gawang, tapi tidak ada penetapan saat terjadinya gol. Gol bisa terjadi kapan saja, sejak peluit pertama sampai peluit terakhir dibunyikan. Sepanjang waktu itu, bisa terjadi gol—dan dalam jumlah yang tidak bisa ditentukan. “Menunda gol” sepertinya tidak bisa menjadi pengganti yang sepadan untuk “late goal”. Selain karena alasan tadi, sepertinya tidak ada kesebelasan di dunia ini yang sengaja membuang kesempatan untuk membuat gol—kecuali Tim Nasional Indonesia dan Thailand dalam Piala Tiger 1998. Lalu, apa, dong?

Membuka-buka kamus dan tesaurus, saya menemukan kata “tagak” sebagai padanan “tunda”. Menurut kamus, kata ini berarti “menahan; menghadapi atau menempuh (bahaya, kesukaran, dan sebagainya)”. Pada gambar di bawah, “tagak” berhubungan dengan “tertahan-tahan”. Ada usaha untuk mencapai sesuatu yang dilakukan secara berulang tapi hasilnya baru berhasil diperoleh setelah usaha untuk yang kesekian kalinya. Dalam pertandingan sepakbola, usaha itu mencapai hasil menjelang peluit panjang dibunyikan, ketika waktu pertandingan sudah lewat dari 90 menit. “Gol tagak” menjadi istilah, yang kalau boleh, saya usulkan sebagai padanan “late goal”. Dan kalau tidak boleh, ya sudah. Saya akan tetap berdiri tegak menonton pertandingan kesebelasan yang saya dukung meski harus menghadapi kenyataan gol yang tertagak.

visual_tagak

Tinggalkan komentar